Wednesday, March 20, 2013

Pendidikan Islam bagi anak di lingkungan keluarga III

Pendidikan Islam bagi anak di lingkungan keluarga
Diposkan oleh Ratih al-Ghazalie di 23.53
Judul : Pentingnya Peran Pendidikan Islam bagi Anak di Lingkungan Keluarga
Nama : Ratih Nurafriani
NIM : 1110012000005
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemahaman seorang anak tentang Islam memang masih sangat terbatas. Tapi kita harus memberikan pemahaman itu kepada mereka agar mereka tidak menjadi orang yang merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Seperti yang telah kita ketahui, banyak anak yang melakukan kenakalan-kenakalan seperti mencuri, berbohong, berkelahi, dan sebagainya merupakan akibat dari kurangnya pemahaman anak tentang Islam. Pengetahuan mereka tentang agama Islam sangat sedikit mereka dapatkan, baik di lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat.
Lingkungan keluarga merupakan tempat dimana seorang anak mendapat pengetahuan dan pemahaman tentang agama dari orangtua (ayah dan ibu). Orangtua berperan penting dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya terutama pendidikan agama Islam. Orangtua harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Karena seorang anak biasanya akan meniru sikap dan tingkah laku dari orang-orang terdekatnya terutama orangtua. Maka dari itu, peran orangtua disini sangat penting dalam membentuk kepribadian seorang anak.

1.2. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun bertujuan untuk memberikan penjelasan betapa pentingnya pendidikan agama Islam bagi perkembangan anak dan pembentukkan kepribadian seorang anak. Karena kesuksesan suatu negara tergantung dari akhlak para pemuda zaman sekarang.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan merupakan salah satu alat untuk dapat membimbing seseorang menjadi orang yang baik terutama pendidikan agama. Dengan pendidikan agama akan membentuk karakter akhlakul karimah bagi anak sehingga mampu memfilter mana pergaulan yang baik dan mana pergaulan yang tidak baik.
Pendidikan agama sesungguhnya pendidikan untuk pertumbuhan total seorang anak didik. Pendidikan agama ditujukan kepada penyempurnaan berbagai keluhuran budi. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الاَحْلاَقِ
Artinya : “Sesungguhnya Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak.” (H.R. Ahmad )
Pendidikan Islam adalah sebuah sarana atau pun furshoh untuk menyiapkan masyarakat muslim yang benar-benar mengerti tentang Islam. Disini para pendidik muslim mempunyai satu kewajiban dan tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan yang lain. Pendidikan Islam lebih mengedepankan nilai-nilai keislaman dan tertuju pada terbentuknya manusia yang berakhlakul karimah serta taat dan tunduk kepada Allah semata. Sedangkan pendidikan selain Islam, tidak terlalu memprioritaskan pada unsur-unsur dan nilai-nilai keislaman, yang menjadi prioritas hanyalah pemenuhan kebutuhan indrawi saja.

2.2. Konsep Pendidikan Islam
Menurut konsep dalam Islam, proses tarbiyah (pendidikan) mempunyai tujuan untuk melahirkan suatu generasi baru dengan segala ciri-cirinya yang unggul dan beradab. Penciptaan generasi ini dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan yang sepenuhnya dan seutuhnya kepada Allah SWT melalui proses tarbiyah. Melalui proses tarbiyah inilah, Allah SWT telah menampilkan pribadi muslim yang merupakan uswah dan qudwah melalui Muhammad SAW. Pribadinya merupakan manifestasi dan jelmaan dari segala nilai dan norma ajaran Al-Qur’an dan sunah Rasulullah SAW.
Islam menghendaki program pendidikan yang menyeluruh, baik menyangkut aspek duniawi maupun ukhrowi. Maka hal ini, proses pendidikan sangat didukung banyak aspek, terutama guru atau pendidik, orang tua, dan juga lingkungan.
Lingkup materi pendidikan Islam secara lengkap dikemukakan oleh Heri Jauhari Muchtar dalam bukunya “Fikih Pendidikan”, sebagaimana dikutip dalam Sismanto (2008), yang menyatakan bahwa pendidikan Islam itu mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
• Pendidikan keimanan (Tarbiyatul Imaniyah)
• Pendidikan moral/akhlak ((Tarbiyatul Khuluqiyah)
• Pendidikan jasmani (Tarbiyatul Jasmaniyah)
• Pendidikan rasio (Tarbiyatul Aqliyah)
• Pendidikan kejiwaan/hati nurani (Tarbiyatulnafsiyah)
• Pendidikan sosial/kemasyarakatan (Tarbiyatul Ijtimaiyah)
• Pendidikan seksual (Tarbiyatul Syahwaniyah)
Secara umum, keseluruhan ruang lingkup materi pendidikan Islam yang tercantum di atas, dapat dibagi manjadi 3 materi pokok pembahasan. Ketiga pokok bahasan tersebut yakni; Tarbiyah Aqliyah (IQ learning), Tarbiyyah Jismiyah (Physical learning), dan Tarbiyatul Khuluqiyyah (SQ learning).
Pertama, adalah Tarbiyah Aqliyah (IQ learning). Tarbiyah aqliyah atau sering dikenal dengan istilah pendidikan rasional (intellegence question learning) merupakan pendidikan yang mengedapan kecerdasan akal. Tujuan yang diinginkan dalam pendidikan itu adalah bagaimana mendorong anak agar bisa berfikir secara logis terhadap apa yang dlihat dan diindra oleh mereka.
Kedua, Tarbiyyah Jismiyah (Physical learning). Yaitu segala kegiatan yang bersifat fisik dalam ranhgka mengembangkan aspek-aspek biologis anak tingkat daya tubuh sehingga mampu untuk melaksanakan tugas yang di berikan padanya baik secara individu ataupun sosial nantinya, dengan keyakinan bahwa dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat “al-aqlussalim fi jismissaslim“ sehingga banyak di berikan beberapa permainan oleh mereka dalam jenis pendidikan ini.
Dan ketiga, Tarbiyatul Khuluqiyyah (SQ learning) Makna tarbiyah khuluqiyyah disini di artikan sebagai konsistensi seseorang bagaimana memegang nilai kebaikan dalam situasi dan kondisi apapun dia berada seperti; kejujuran, keikhlasan, mengalah, senang bekerja dan berkarya, kebersihan, keberanian dalam membela yang benar, bersandar pada diri sendiri (tidak bersandar pada orang lain), dan begitu juga bagaimana tata cara hidup berbangsa dan bernegara.
2.3. Peran Orang Tua (Keluarga) dalam Pendidikan Anak
Orang tua dan anak-anak pada umumnya memiliki hubungan yang sangat erat baik secara fisik dan emosional. Hubungan semacam ini membuat anak-anak merasa aman dan dicintai. Peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya di lingkungan keluarga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.
Pendidikan dan bimbingan dimulai sejak usia dini tujuannya adalah membuat anak memiliki kepribadian yang Islami, dengan karakter dan moral yang baik, prinsip-prinsip Islam yang kuat, memiliki sarana untuk menghadapi tuntutan hidup dengan cara yang matang dan bertanggung jawab.
Salah satu dasar pentingnya peran orang tua dalam mendidika anak adalah sabda Rasulullah Saw. Yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi.
Berdasarkan Hadits ini, jelas sekali bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang belum terkena noda. Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apa pun. Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tua. Ia akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diperoleh dari kedua orang tuanya dan juga lingkungan disekitarnya.
Secara umum, dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para orangtua muslim dalam mendidik anak:
• Orang tua perlu memahami tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan anak dan tujuannya.
• Banyak menggali informasi tentang pendidikan anak.
• Memahami kiat mendidik anak secara praktis. Dengan demikian setiap gejala dalam tahap-tahap pertumbuhan pertumbuhan anak dapat ditanggapi dengan cepat.
• Sebelum mentransfer nilai, kedua orang tua harus melaksanakan lebih dulu dalam kehidupan sehari-hari. Karena di usia kecil, anak-anak cerdas cenderung meniru dan merekam segala perbuatan orang terdekat. Bersegera mengajarkan dan memotivasi anak untuk menghafal Al- Quran. Kegunaannya di samping sejak dini mengenalkan Yang Maha Kuasa pada anak, juga untuk mendasari jiwa dan akalnya sebelum mengenal pengetahuan yang lain.
• Menjaga lingkungan si anak, harus menciptakan lingkungan yang sesuai dengan ajaran yang diberikan pada anak.
Akan tetapi, dalam mendidik anak orang tua hendaknya berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bila salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas. Pembagian tugas dalam Islam sudah jelas, peran ayah tidak diabaikan, tapi peran ibu menjadi hal sangat penting dan menentukan.
Pendidikan anak akan berhasil bila diwujudkan dengan mengikuti langkah-langkah kongkrit dalam hal penanaman nilai-nilai Islam pada diri anak. Sehubungan dengan hal ini, Abdurrah-man An-Nahlawi mengemukakan tujuh kiat dalam mendidik anak, yaitu:
1. Dengan Hiwar (dialog)
Mendidik anak dengan hiwar (dialog) merupakan suatu keharusan bagi orang tua. Oleh karena itu kemampuan berdialog mutlak harus ada pada setiap orang tua. Dengan hiwar, akan terjadi komunikasi yang dinamis antara orang tua dengan anak, lebih mudah dipahami dan berkesan. Selain itu, orang tua sendiri akan tahu sejauh mana perkembangan pemikiran dan sikap anaknya.
Dalam mendidik umatnya, Rasulullah SAW sering menggunakan metode ini. Anak-anak sering menanyakan: apa betul Allah itu ahad, katanya Tuhan itu ada di mana-mana. Pada usia remaja atau dewasa, dialog dengan orang tua itu sangat diperlukan dalam menghadapi persoalan hidup yang semakin kompleks seiring dengan lingkungan anak yang semakin luas.
2. Dengan Kisah
Kisah memiliki fungsi yang sangat penting bagi perkembangan jiwa anak. Suatu kisah bisa menyentuh jiwa dan akan memotivasi anak untuk merubah sikapnya. Kalau kisah yang diceritakan itu baik, maka kelak ia berusaha menjadi anak baik, dan sebaliknya bila kisah yang diceritakan itu tidak baik, sikap dan perilakunya akan berubah seperti tokoh dalam kisah itu.
Banyak sekali kisah-kisah sejarah, baik kisah para nabi, sahabat atau orang-orang shalih, yang bisa dijadikan pelajaran dalam membentuk kepribadian anak. Contohnya, banyak anak-anak jadi malas, tidak mau berusaha dan mau terima beres. Karena kisah yang menarik baginya adalah kisah khayalan yang menampilkan pribadi malas tetapi selalu ditolong dan diberi kemudahan.
3. Dengan Perumpamaan
Al-Qur`an dan al-hadits banyak sekali mengemukakan perumpamaan. Jika Allah SWT dan Rasul-Nya mengungkapkan perumpamaan, secara tersirat berarti orang tua juga harus mendidik anak-anaknya dengan perumpamaan. Sebagai contoh, orang tua berkata pada anaknya, “Bagaimana pendapatmu bila ada seorang anak yang rajin shalat, giat belajar dan hormat pada kedua orang tuanya, apakah anak itu akan disukai oleh ayah dan ibunya?” Tentu si anak berkata, “Tentu, anak itu akan disukai oleh ibunya.”
Dari ungkapan seperti itu, orang tua bisa melanjutkan arahan terhadap anak-anaknya sampai sang anak betul-betul bisa menyadari, bahwa kalau mau disukai orang tuanya yang harus dilakukan sang anak adalah rajin shalat, giat belajar dan hormat pada keduanya. Begitu seterusnya dengan persoalan-persoalan lain.
4. Dengan Keteladanan
Orang tua merupakan pribadi yang sering ditiru anak-anaknya. Kalau perilaku orang tua baik, maka anaknya meniru hal-hal yang baik dan bila perilaku orang tuanya buruk, maka biasanya anaknya meniru hal-hal buruk pula. Dengan demikian, keteladanan yang baik merupakan salah satu kiat yang harus diterapkan dalam mendidik anak.
Kalau orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak shaleh, maka yang harus shalih duluan adalah orang tuanya. Sebab, dari keshalehan mereka, anak-anak akan meniru, dan meniru itu sendiri merupakan gharizah (naluri) dari setiap orang.
5. Dengan Latihan dan Pengamalan
Anak shalih bukan hanya anak yang berdoa untuk orang tuanya. Anak shalih adalah anak yang berusaha secara maksimal melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Untuk melaksanakan ajaran Islam, seorang anak harus dilatih sejak dini dalam praktik pelaksanaan ajaran Islam seperti shalat, puasa, berjilbab bagi yang puteri, dan sebagainya.
Tanpa latihan yang dibiasakan, seorang anak akan sulit mengamalkan ajaran Islam, meskipun ia telah memahaminya. Oleh karena itu seorang ibu harus menanamkan kebiasaan yang baik pada anak-anaknya dan melakukan kontrol agar sang anak disiplin dalam melaksanakan Islam.
6. Dengan ‘Ibrah dan Mauizhah
Dari kisah-kisah sejarah, para orang tua bisa mengambil pelajaran untuk anak-anaknya. Begitu pula dengan peristiwa aktual, bahkan dari kehidupan makhluk lain banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Bila orang tua sudah berhasil mengambil pelajaran dari suatu kejadian untuk anak-anaknya, selanjutnya pada mereka diberikan mau’izhah (nasihat) yang baik.
Misalnya dengan iman yang kuat, umat Islam yang sedikit, mampu mengalahkan orang kafir yang banyak di perang Badar. Sesuatu yang berat dan besar bisa dipindahkan, bila kita bekerjasama seperti semut-semut bergotong-royong membawa sesuatu, dan begitulah seterusnya.
Memberi nasihat itu tidak selalu harus dengan kata-kata. Melalui kejadian-kejadian tertentu yang menggugah hati, juga bisa menjadi nasihat, seperti menjenguk orang sakit, ta’ziyah pada orang yang mati, ziarah ke kubur, dan sebagainya.
7. Dengan Targhib dan Tarhib
Targhib adalah janji-janji menyenangkan bila seseorang melakukan kebaikan, sedang tarhib adalah ancaman mengerikan bagi orang yang melakukan keburukan. Banyak sekali ayat dan hadits yang mengungkapkan janji dan ancaman. Itu artinya orang tua juga mesti menerapkannya dalam pendidikan anak-anaknya.
Dalam Islam, targhib dan tarhib dikaitkan dengan persoalan akhirat, yaitu surga dan neraka. Sehingga, sikap yang lahir dari sang anak melalui metode ini lebih kokoh karena terkait dengan iman kepada Allah dan Hari Akhir. Metode ini dimaksudkan untuk menggugah dan mendidik manusia agar memiliki perasaan robbaniyah, seperti khauf (takut) pada Allah, khusyu’ (merendahkan diri) di hadapan Allah, mahabbah (cinta) kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Dalam mendidik anak setidaknya ada dua macam kendala atau tantangan: yakni tantangan yang bersifat internal dan yang bersifat eksternal. Sumber tantangan internal yang utama adalah orangtua itu sendiri, misalnya ketidakcakapan orangtua dalam mendidik anak atau ketidak harmonisan rumah tangga. Sunatullah telah menggariskan, bahwa pengembangan kepribadian anak haruslah berimbang antara fikriyah (pikiran), ruhiyah (ruh), dan jasadiyahnya (jasad). Tantangan eksternal mungkin bersumber dari lingkungan rumah tangga, misalnya interaksi dengan teman bermain dan kawan sebayanya. Di samping itu peranan media massa sangat pula berpengaruh dalam perkembangan tingkah laku atau kepribadian anak. Informasi yang disebarluaskan media massa baik cetak maupun elektronik memiliki daya tarik yang sangat kuat.
Maka dari itu, peran pendidikan islam penting agar seorang anak tidak secara langsung menerima pengaruh-pengaruh yang buruk dari luar yang menyebabkan sikap dan tingkah lakunya menjadi buruk pula. Disinilah peran orang tua juga penting agar mereka dapat membatasi anak-anaknya dalam memilih teman pergaulan sehingga sang anak tidak menjadi anak yang nakal.

2.4. Peran Pendidikan Agama Islam bagi Anak
Pelaksanaan pendidikan agama yang diberikan bukan hanya menjadikan manusia yang pintar dan terampil, akan tetapi jauh daripada itu adalah untuk menjadikan manusia yang memiliki moral dan akhlakul karimah. Dengan moral dan akhlakul karimah yang dimilikinya akan mampu mengarahkan minatnya untuk terus belajar mencari ilmu.
Para ahli pendidik Islam telah sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik, tetapi maksudnya adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka, dengan kesopanan yang tinggi, rasa fadhilah (keutamaan), mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang seluruhnya ikhlas dan jujur. Pendidikan agama menawarkan perlindungan dan rasa aman, kkhususnya bagi anak dalam menghadapi lingkungannya.
Pada akhirnya, tujuan pendidikan Islam itu tidak terlepas dari tujuan nasional yang menciptakan manusia Indonesia seutuhnya, seimbang kehidupan duniawi dan ukhrawi. Dalam AlQur’an sudah terang dikatakan bahwa manusia itu diciptakan untuk mengabdi kepada Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt. :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Agama merupakan salah satu faktor pengendalian terhadap tingkah laku anak-anak. Hal ini dapat dimengerti karena agama mewarnai kehidupan masyarakat setiap hari. Pembinaan dan bimbingan melalui pendidikan agama sangat besar pengaruhnya bagi anak sebagai alat pengontrol dari segala bentuk sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari.
2.5. Akibat Kurangnya Pendidikan Islam pada Anak
Khususnya terhadap para siswa Sekolah Dasar (SD) pendidikan agama sangat penting sebagai benteng sejak dini dari hal-hal yang tidak baik. Terlebih saat ini, realitas menunjukkan bahwa anak-anak usia dini sudah banyak terlibat dengan perilaku tidak baik, seperti tawuran, perilaku amoral/asusila, narkoba, pornografi dan pornoaksi, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil survey Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Kita dan Buah hati menunjukkan bahwa 67% siswa SD pernah mengakses pornografi melalui media komik dan internet. Survey yang dilakukan meliputi 2.818 siswa SD kelas 4-6 di Indonesia sejak Januari 2008 s/d Februari 2010. Akibat labih jauh dari minimnya pendidikan agama sejak SD, maka perilaku menyimpang di usia SMP semakin meningkat. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak merilis data bahwa 62,7% remaja putri SMP di Indonesia sudah tidak perawan.
Hasil lain, ternyata 93.7% siswa SMP dan SMA pernah berciuman, 21,2% remaja SMP mengaku pernah aborsi dan 97% remaja SMP dan SMA pernah melihat film porno. Kenyataan ini seharusnya menyadarkan kita untuk membekali anak-anak usia Sekolah Dasar (SD)khususnya dengan dasar ilmu agama yang layak. Salah satu lembaga pendidikan yang sangat kompeten memberikan bekal pengetahuan agama bagi anak-anak usia SD adalah Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA). Selama ini, mayoritas orang tua yang memiliki anak usia SD memandang sebelah mata bahkan tidak peduli dengan MDA kerana menganggap tidak punya jaminan masa depan. Padahal, MDA adalah lembaga pendidikan agama Islam yang menanamkan prinsip-prinsip dasar ajaran agama Islam.
2.6. Peran Pendidikan Islam dalam Menghadapi Perkembangan Teknologi
Kemajuan teknologi yang semakin pesat telah merebut perhatian anak-anak. Banyak dari mereka yang mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi terhadap teknologi yang berkembang saat ini. Mereka mulai mencoba-coba teknologi tersebut. Hingga pada akhirnya mereka melupakan kewajibannya sebagai anak untuk belajar.
Seorang anak boleh saja memiliki rasa keingintahuan tentang hal yang baru. Tapi jika tidak dilandari dengan pendidikan agama yang baik memungkinkan mereka untuk mencoba hal-hal yang baru yang justru hal itu dilarang dalam agama, seperti tawuran, mengakses pornografi dan pornoaksi, narkoba, dsb.
Dalam hal ini, pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak agar dapat membatasi diri dalam mengenal lingkungannya seperti teknologi yang berkembang saat ini. Karena jika mereka terus menerus mengikuti perkembangan zaman dan tidak dilandasi dengan agama yang kuat, kemungkinan besar akhlak yang buruk akan melekat dalam diri mereka. Maka dari itu, orang tua harus selalu mengawasi kegiatan anak-anak, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Sebagai hasilnya, ketika orang tua menentukan batasan-batasan bagi anak mereka, ia sudah bisa memahami bahwa standar yang harus diikutinya itu tidak hanya merupakan keinginan-keinginan pribadinya, namun hukum-hukum Allah, yang kepadanya orang tua menjadi subjek seperti halnya dirinya sendiri.

BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam bagi perkembangan kepribadian anak sangatlah penting. Disamping itu, peran orang tua pula sangat mempengaruhi anak dalam membentuk kepribadiannya, apakah sang anak akan menjadi anak yang baik atau buruk.
Seorang anak yang sejak kecilnya tidak diberikan pengetahuan tentang agama oleh orang tuanya, kelak ketika mereka dewasa akan mudah terpengaruh oleh pemahaman-pemahaman yang mungkin akan mempengaruhi kepribadiannya terutama akhlaknya.

No comments:

Post a Comment