Thursday, March 21, 2013

LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA

LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA PDF Print E-mail
Written by ERVITA   
Monday, 20 June 2011 13:05

A.     Landasan Yuridis
B.     Landasan Kultural
C.     Landasan Historis
D.     Landasan Filosofis

A.         LANDASAN YURIDIS
1.             UUD 1945, pasal 31 : wn punya hak  akan pengajaran à negara punya wajib menentukan sistem pengajaran nasional. Ps 31 uud 45 ini belum operasional.
2. Tap MPR (tentang grdaskan bangsa dan peningkatbhn), lebih bersifat operasional, is ttg arah  penddk. Nasional à mencean kualitas sdm .
A.    Intelektual (iq) à makul. Keahlian
B. Emosional/mentalitas (sq, eq) à makul. Pengemb. Kepribadian (p.panc., p.agama, pkn)
3. UU ttg sisdiknas ( uu ri no.30 th.2003 )

Kesimpulan :
Pendidikan Pancasila untuk meningkatkan kualitas mental/emosional, yg tdk instan langsung jadi, maka butuh waktu/proses, sehingga pendidikan Pancasila juga diberikan secara kontinu dalam semua jenjang pendidikan.


B.         LANDASAN KULTURAL
Pancasila sebagai kristalisasi budaya indonesia. Wujud budaya berupa konsep, aktivitas, dan benda.
Budaya: hasil budi daya manusia à manusia berkembang à budaya
juga berkembang à shg pancasila sbg budaya juga berkembang, selalu dlm proses.
Dengan budaya manusia ingin meningkatkan harkat martabatnya à pancasila sbg budaya dpt meningkatkan harkat martabat bgs indonesia.

C.         LANDASAN HISTORIS
Proses perumusan  Pancasila tidak mulus tetapi selalu diiringi dengan banyak konflik dan perbedaan. Yg patut diacungi jempol adalah para pemimpin bangsa saat itu dapat mensikapi seluruh konflik dan perbedaan tersebut scr bijak.
a.              Nilai-nilai kesejarahan perlu diteruskan pada generasi berikutnya.
b.             Dalam proses kesejarahannya bgs ind. Terdapat perennial problem
c.              Untuk menjadi bangsa yg selalu lebih , harus mengetahui apa dan bagaimana proses sebelumnya.

D.      LANDASAN FILOSOFIS
Pancasila sbg philosophycal way of thinking-nya manusia indonesia. Manusia memiliki hakikat sbg makhluk monopluralis.
a.         Susunan kodrat à jiwa dan raga
b.         Sifat kodrat à individu dan sosial
c.         Kedudukan kodrat à makhluk pribadi mandiri dan makhluk tuhan

Yang perlu diperhatikan:
a.                Keberadaan unsur-unsur tsb tetap
b.               Perwujudan unsur-unsur tsb dinamis
c.                Manusia itu kompleks dan dinamis à berkembang (proses)
Konsekuensinya terhadap Pancasila :
a.              Keberadaan nilai-nilai dasar pancasila tetap
b.             Perwujudan nilai-nilai dasar pancasila dinamis
c.              Nilai-nilai pancasila mengalami suatu perkembangan, masih selalu dlm proses.

à dibutuhkan SDM yang berkualitas à pendidikan pancasila tidak mudah, berfungsi ganda :
a.         Sebagai transfer of knowledge
b.        Sebagai transfer of value

Agar fungsi tersebut dapat berperan :
a.        Keteladanan
b. Komunikasi yg  efektif
c. Aktivitas  bersama
Last Updated on Monday, 20 June 2011 13:19

Menggagas Pendiidkan Transgesif


Oleh: M.Nur K. Amrullah
Awal mula proses pendidikan di dunia ini diawali dari kebutuhan hidup manusia, untuk terus mencari jati diri sebagai manusia yang unggul dibandingkan makhluk lain. Maka tak heran jika banyak filosofi kehidupan dan teks-teks suci selalu menobatkan manusia sebagai makhluk paling sempurna, maka misi menjadi makhluk sempurna-terbatas ini harus menjadi tidak sekedar pengakuan dan keakuan, tapi harus bisa diwujudkan sebagai sebuah sistem nyata yang bisa bekerja untuk pembuktian dan proses pewujudan manusia sebagai makhluk paling sempurna. Mungkin kita sering mendengar bahwa tujuan pendidikan yang sesungguhnya adalah memanusiakan manusia, artinya ada potensi manusia bisa menjadi bukan manusia yang harus ditangkal oleh pendidikan.
Selama ini sudah banyak berkembang teori pendidikan, untuk menunjukkan bahwa dunia pendidikan tidak pernah berhenti melakukan inovasi dan melakukan penggalian khasanah potensi positif pada manusia, tapi sayangnya tidak banyak diantara para pendidik yang berani melakukan proses kreatif dengan cara membongkar dan mendiagnosis praktik-praktik tradisional dalam proses pendidikan, ini sering terjadi di sekolah-sekolah formal. Pendidik cenderung menjadikan proses pendidikan dan pembelajaran sebagai kegiatan rutin yang acap kali tak memiliki toleransi terhadap minat dan bakat siswa. Siswa diperlakukan seperti pasien yang harus tunduk dan patuh dalam asupan dosis belajar yang telah dibuat pendidik, maka tak mengherankan jika dikemudian hari siswa-siswa kita hanya pintar menggunakan otak dan memainkan bahasa, tapi lemah integrasi sikap social dan tanggung jawabnya.
Pendidikan Transgresif, Bagaimana Memulainya?
Transgresif adalah adopsi dari kata transgress yang berarti proses yang melewati batas-batas logika dan aturan yang mengangkang, sedangkan Pendidikan Transgresif yang penulis maksud adalah upaya untuk melakukan pendesainan ulang (redesign) terhadap pendidikan agar mampu menjawab tantangan kehidupan yang semakin sulit diprediksi, menanamkan nilai-nilai anti stagnasi dan pada akhirnya akan mewujudkan manusia pendidikan yang mampu menjadi manusia pionir.
bersambung………………….



ARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

28 12 2009
Pendidikan Indonesia sudah kehilangan arah. Pendidikan di Indonesia dalam bentuk sekolah telah tercerabut dari akar kesejarahan sistem pendidikan nasional. Pendidikan di Indonesia sudah tidak lagi bertumpu pada nilai-nilai dasar pendidikan yang memerdekakan, pendidikan yang menyadarkan dan pendidikan yang memanusiakan manusia muda dan pengangkatan manusia muda ke taraf insani. Pendidikan di Indonesia hanya berorientasi pasar.
Buktinya, pemerintah sekarang sedang menggalakkan pendidikan tingkat satuan pendidikan menengah atas berbasis kerja, yaitu sekolah menengah kejuruan (SMK). Pemerintah berencana akan mengubah pola pendidikan Indonesia dengan perbandingan 70% untuk SMK dan 30% untuk sekolah menengah atas (SMA). Lulusan SMA dalam pandangan pemerintah hanya menghasilkan lulusan tidak siap kerja kalau tidak mau disebut pengangguran. Maka, guna mengurangi angka pengangguran, pemerintah melakukan ‘terobosan’ dengan menciptakan SMK. Lulusan SMK dalam pandangan pemerintah lebih siap untuk bekerja dan mengurangi pengangguran.
Bukan fase bekerja
Pendidikan di Indonesia hanya dimaknai sebagai salah satu untuk mendapatkan pekerjaan agar tidak menjadi pengangguran (link and match). Padahal, link and match pernah dikritik Soetandyo Wignyosoebroto, Guru Besar Emeritus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Menurut Pak Tandyo–begitu orang menyapanya–sekolah itu bekal untuk menata hidup yang lebih baik. Bukan fase yang harus dilalui sebelum bekerja. Kalau konsepnya seperti itu, betapa sempitnya dunia pendidikan (Agus Wahyudi: 2006).
Kritikan Pak Tandyo itu cukup beralasan. Pendidikan bukan salah satu fase untuk bekerja. Pendidikan adalah proses hidup. Jadi pendidikan dalam bentuk sekolah bukan untuk bekerja. Maka dari itu, konsep pemerintah membangun SMK secara besar-besaran itu pada dasarnya menunjukkan pemerintah saat ini sudah keblinger. Salah jalur. Tidak tahu filosofi pendidikan.
Lebih dari itu, penyiapan tenaga kerja siap pakai ala SMK juga tidak sesuai dengan iklim Indonesia. Indonesia bukan negara industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja siap pakai seperti Jepang. Indonesia masih menjadi negara agraris. Kalau toh kita akan menjadi negara industri, Indonesia sudah tidak lagi mempunyai sumber daya alam sebagai modal. Sumber daya alam Indonesia sudah dikeruk dan dikuras habis oleh korporasi internasional. Masyarakat Indonesia sekarang tinggal menunggu kehancuran bumi Indonesia. Hal itu karena daya isap korporasi tidak akan menyisakan sedikit pun sumber daya alam untuk masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia akan menjadi asing dan miskin di negerinya sendiri.
Tenaga kerja instan
Pembangunan sumber daya manusia melalui SMK dengan mengabaikan filosofi pendidikan hanya akan menghasilkan buruh-buruh yang keringat mereka diperas untuk memuaskan nafsu serakah korporasi internasional. Mereka hanya akan dibayar dengan upah murah. Sewaktu-waktu mereka dapat diberhentikan dengan paksa.
Apakah pemerintah sekarang sempat berpikir seperti itu? Tampaknya, pemerintah tidak memedulikan hal tersebut. Yang ada dalam otak pembuat kebijakan yang keliru itu adalah bagaimana mempersiapkan tenaga kerja instan (siap) kerja dalam waktu cepat sehingga kinerja pemerintahan dapat dinilai dengan nilai A. Pemerintah pun dapat mengklaim telah berhasil mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan karena anak-anak orang miskin sekarang sudah sekolah di SMK dan siap bekerja dengan kemampuan dan keterampilan mereka.
Pemerintah lebih bangga melihat banyak masyarakat bekerja dengan ketidakberdayaan daripada melihat masyarakatnya mandiri karena mereka memiliki ilmu dan pengalaman yang memerdekakan.
Program pendidikan siap kerja melalui SMK merupakan program prestisius miskin strategi dan makna. Ia tidak ubahnya seperti program penggemukan sapi yang marak akhir-akhir ini di beberapa daerah. Sapi yang semula kecil diberi makan sebanyak mungkin, setelah itu sapi siap jual dengan harga tinggi.
Pemerintah dengan program itu hanya ingin menyombongkan diri dengan data statistik bawah periode pemerintahan kali ini telah berhasil membuat kebijakan yang dibutuhkan masyarakat, yaitu lulus langsung kerja. Padahal sebagaimana kita ketahui, data statistik selalu saja bisa ‘diperjualbelikan’ sesuai dengan keinginan penguasa.
Oleh Benni Setiawan, Penulis Buku Agenda Pendidikan Nasional

Memilih Pendidikan Anak Usia Dini

Seiring dengan perkembangan dan persaingan ekonomi yang makin pesat dewasa ini, ternyata memberikan pengaruh atau dampak yang besar bagi tumbuh kembang anak. Merupakan hal yang biasa ditemui pada saat ini ketika anak usia dini sudah mulai menempuh pendidikan dikarenakan aktifitas bekerja kedua orangtuanya. Pendidikan anak usia dini ini dimaksudkan untuk memberikan stimulasi yang tepat pada tahapan golden period tumbuh kembang anak, karena kedua orangtua tidak sempat memberikan stimulasi yang tepat. Namun demikian, tidak mudah memilih pendidikan anak usia dini yang tepat. Diperlukan beberapa tips dan triks singkat memilih pendidikan anak yang tepat.
Tips dan triks
Berikut ini akan disampaikan beberapa tips dan triks memilih pendidikan anak usia dini sebagaimana diolah dari berbagai sumber, yaitu:
  • Aktifitas fisik. Pilih jenis sekolah yang memiliki program aktifitas fisik yang berguna untuk melatih koordinasi anggota gerak motorik kasar. Beberapa jenis kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih koordinasi anggota gerak motorik kasar antara lain lompat jauh, lompat tinggi, lari dan lempar.
  • Sosialisasi. Pilih jenis sekolah yang dapat mengembangkan sikap sosialisasi anak yang bisa dilakukan dengan cara belajar bergaul dengan teman-teman sebaya sesuai dengan etika moral yang berlaku di masyarakat.
  • Kreatifitas. Pilih jenis sekolah yang mampu mengembangkan kreatifitas yang dimiliki anak, antara lain dengan kegiatan perlombaan menggambar, mewarna ataupun pengenalan huruf dan angka.
  • Menyenangkan. Idealnya pendidikan anak usia dini harus berpedoman pada prinsip dasar tumbuh kembang kecerdasan otak anak yaitu melalui tindakan yang menyenangkan. Salah satu tindakan menyenangkan sekaligus pembelajaran bagi anak adalah dengan cara bermain.
  • Kognitif dan mtorik halus. Pendidikan anak usia dini juga harus dapat digunakan untuk melatih kecerdasan kognitif dan motorik halus anak antara lain dengan memberikan dasar-dasar keterampilan membaca, menulis, dan berhitung.
  • Karakter. Pilih jenis sekolah yang memiliki kurikulum pembentukan dan pelatihan karakter positif anak agar tumbuh kembang anak makin optimal.
Demikianlah beberapa tips dan triks memilih pendidikan anak usia dini yang tepat. Bagaimanapun juga pendidikan usia dini merupakan salah satu fase pendidikan yang lebih terfokus pada psikomotor anak serta penanaman akhlaq dan sikap hidup anak. Ada baiknya jika kedua orangtua juga ikut terlibat di dalamnya. Semoga bermanfaat.

Pendidikan anak usia dini

Pendidikan anak usia dini

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini adalah bagian dari seri Pendidikan di Indonesia
Tut Wuri Handayani.svg
Pendidikan anak usia dini
Taman kanak-kanak
Raudatul athfal

Kelompok bermain


Pendidikan dasar (Kelas 1-6)
Sekolah dasar
Madrasah ibtidaiyah

Kelompok belajar Paket A


Pendidikan dasar (Kelas 7-9)
Sekolah menengah pertama
Madrasah tsanawiyah

Kelompok belajar Paket B


Pendidikan menengah (Kelas 10-12)
Sekolah menengah atas/kejuruan
Madrasah aliyah
/kejuruan
Kelompok belajar Paket C

Pendidikan tinggi
Perguruan tinggi:
Akademi

Institut

Politeknik

Sekolah tinggi

Universitas


Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
  • Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa.
  • Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
  • Infant (0-1 tahun)
  • Toddler (2-3 tahun)
  • Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
  • Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)

Pendidikan anak usia dini

Pendidikan anak usia dini

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini adalah bagian dari seri Pendidikan di Indonesia
Tut Wuri Handayani.svg
Pendidikan anak usia dini
Taman kanak-kanak
Raudatul athfal

Kelompok bermain


Pendidikan dasar (Kelas 1-6)
Sekolah dasar
Madrasah ibtidaiyah

Kelompok belajar Paket A


Pendidikan dasar (Kelas 7-9)
Sekolah menengah pertama
Madrasah tsanawiyah

Kelompok belajar Paket B


Pendidikan menengah (Kelas 10-12)
Sekolah menengah atas/kejuruan
Madrasah aliyah
/kejuruan
Kelompok belajar Paket C

Pendidikan tinggi
Perguruan tinggi:
Akademi

Institut

Politeknik

Sekolah tinggi

Universitas


Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
  • Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa.
  • Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
  • Infant (0-1 tahun)
  • Toddler (2-3 tahun)
  • Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
  • Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)

Membangun Karakter Sejak Pendidikan Anak Usia Dini

Membangun Karakter Sejak Pendidikan Anak Usia Dini
Kawan, jika saya ditanya kapan sih waktu yang tepat untuk menentukan kesuksesan dan keberhasilan seseorang? Maka, jawabnya adalah saat masih usia dini. Benarkah? Baiklah akan saya bagikan sebuah fakta yang telah banyak diteliti oleh para peneliti dunia.
Pada usia dini 0-6 tahun, otak berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk. Itulah masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa tersebut sebagai masa-masa emas anak (golden age).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli Perkembangan dan Perilaku Anak dari Amerika bernama Brazelton menyebutkan bahwa pengalaman anak pada bulan dan tahun pertama kehidupannya sangat menentukan apakah anak ini akan mampu menghadapi tantangan dalam kehidupannya dan apakah ia akan menunjukkan semangat tinggi untuk belajar dan berhasil dalam pekerjaannya.
Nah, oleh karena itu, kita sebagai orang tua hendaknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan pendidikan karakter yang baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih keberhasilan dan kesuksesan dalam kehidupannya di masa mendatang. Kita sebagai orang tua kadang tidak sadar, sikap kita pada anak justru akan menjatuhkan si anak. Misalnya, dengan memukul, memberikan pressure yang pada akhirnya menjadikan anak bersikap negatif, rendah diri atau minder, penakut dan tidak berani mengambil resiko, yang pada akhirnya karakter-karakter tersebut akan dibawanya sampai ia dewasa. Ketika dewasa karakter semacam itu akan menjadi penghambat baginya dalam meraih dan mewujudkan keinginannya. Misalnya, tidak bisa menjadi seorang public speaker gara-gara ia minder atau malu. Tidak berani mengambil peluang tertentu karena ia tidak mau mengambil resiko dan takut gagal. Padahal, jika dia bersikap positif maka resiko bisa diubah sebagai tantangan untuk meraih keberhasilan. Anda setuju kan?
Banyak yang mengatakan keberhasilan kita ditentukan oleh seberapa jenius otak kita. Semakin kita jenius maka semakin sukses. Semakin kita meraih predikat juara kelas berturut-turut, maka semakin sukseslah kita. Benarkah demikian? Eit tunggu dulu!
Saya sendiri kurang setuju dengan anggapan tersebut. Fakta membuktikan, banyak orang sukses justru tidak mendapatkan prestasi gemilang di sekolahnya, mereka tidak mendapatkan juara kelas atau menduduki posisi teratas di sekolahnya. Mengapa demikian? Karena sebenarnya kesuksesan tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan otak kita saja. Namun kesuksesan ternyata lebih dominan ditentukan oleh kecakapan membangung hubungan emosional  kita dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Selain itu, yang tidak boleh ditinggalkan adalah hubungan spiritual kita dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Tahukah anda bahwa kecakapan membangun hubungan dengan tiga pilar (diri sendiri, sosial, dan Tuhan) tersebut merupakan karakter-karakter yang dimiliki orang-orang sukses. Dan, saya beritahukan pada anda bahwa karakter tidak sepenuhnya bawaan sejak lahir. Karakter semacam itu bisa dibentuk. Wow, Benarkah? Saya katakan Benar! Dan pada saat anak berusia dini-lah terbentuk karakter-karakter itu. Seperti yang kita bahas tadi, bahwa usia dini adalah masa perkembangan karakter fisik, mental dan spiritual anak mulai terbentuk. Pada usia dini inilah, karakter anak akan terbentuk dari hasil belajar dan menyerap dari perilaku kita sebagai orang tua dan dari lingkungan sekitarnya. Pada usia ini perkembang mental berlangsung sangat cepat. Pada usia itu pula anak menjadi sangat sensitif dan peka mempelajari dan berlatih sesuatu yang dilihatnya, dirasakannya dan didengarkannya dari lingkungannya. Oleh karena itu, lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif dan sukses.

Lalu, bagaimana cara membangun karakter anak sejak usia dini?

Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami setiap manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar), dan hubungan dengan Tuhan YME (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan menentukan cara anak memperlakukan dunianya. Pemahaman negatif akan berimbas pada perlakuan yang negatif dan pemahaman yang positif akan memperlakukan dunianya dengan positif. Untuk itu, Tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dengan sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus, dan seterusnya. Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ingat pilihan terhadap lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter anak. Seperti kata pepatah bergaul dengan penjual minyak wangi akan ikut wangi, bergaul dengan penjual ikan akan ikut amis. Seperti itulah, lingkungan baik dan sehat akan menumbuhkan karakter sehat dan baik, begitu pula sebaliknya. Dan yang tidak bisa diabaikan adalah membangun hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hubungan spiritual dengan Tuhan YME terbangun melalui pelaksanaan dan penghayatan ibadah ritual yang terimplementasi pada kehidupan sosial.
Nah, sekarang kita memahami mengapa membangun pendidikan karakter anak sejak usia dini itu penting. Usia dini adalah usia emas, maka manfaatkan usia emas itu sebaik-baiknya.
Salam
Timothy Wibowo

Pendidkan Network II

Pendidikan Network dibuat untuk:
  • Semua sektor pendidikan resmi yaitu Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.
  • Semua sektor "pendidikan tidak resmi" (non-formal education). Yang non-formal termasuk sekolah kejuruan swasta kecil dan sumber pendidikan atau informasi tentang "kebutuhan manusia" (life skills - personal enrichment development).
Pendidikan Network akan terus-menerus berkembang tetapi kecepatannya akan tergantung partisipasi dari lingkungan pendidikan di Indonesia. Anda yang paling tahu masalah-masalah di lapangan (dan solusinya). Kalau kita berkomunikasi dan bekerjasama kita bisa membuat kesempatan untuk mengingkatkan mutu pendidikan, profesionalisme dan kesejahteran pendidik. Harapan kami artikel-artikel yang dikirim akan membantu pendidik, siswa-siswi, atau masyarakat dengan informasi yang langsung dari lapangan dan berguna (bukan retorika - "hype").
Anda bebas dengan topiknya dan banyaknya bahan tidak penting - yang penting adalah isinya berhubungan dengan pengembangan pengetahuan/pengertian, ketrampilan, atau manajemen. Sebagai contoh-contoh saja: kesenian, managemen sekolah, metodologi mengajar, ketrampilan elektro, matematika, dll. Pendidikan Network (kami) sudah mulai membuat bagian "Learning English" tetapi kami senang sekali kalau ada guru Bahasa Inggris yang mau melanjutkan bagian "Bahasa Inggris" itu.
Kami juga ingin menerima artikel-artikel tentang Busana, Boga, Kesehatan, dan Bisnis (kecil). Informasi seperti ini akan sangat membantu masyarakatnya.

Pendidikan Network IPS


Padahal pendidikan IPS merupakan synthetic science, karena konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian ditentukan atau diobservasi setelah fakta terjadi. Informasi faktual tentang kehidupan sosial atau masalah-masalah kontemporer yang terjadi di masyarakat dapat ditemukan dalam liputan (exposure) media massa, karena media massa diyakini dapat menggambarkan realitas sosial dalam berbagai aspek kehidupan. Meskipun untuk itu, informasi atau pesan (message) yang ditampilkannya¡Xsebagaimana dapat dibaca di surat kabar atau majalah, didengarkan di radio, dilihat di televisi atau internet¡Xtelah melalui suatu saringan (filter) dan seleksi dari pengelola media itu untuk berbagai kepentingannya, misalnya : untuk kepentingan bisnis atau ekonomi, kekuasaan atau politik, pembentukan opini publik, hiburan (entertainment) hingga pendidikan.

Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi pemunculan suatu informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa, kiranya tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pada masa kini pertemuan orang dengan media massa sudah tidak dapat dielakkan lagi. Tidaklah berlebihan kiranya apabila abad ke-21 disebut sebagai abad komunikasi massa, bahkan dalam pembabakan sejarah umat manusia, McLuhan (1964) menyatakannya sebagai babak neo-tribal (sesudah babak tribal dan babak Gutenberg), yakni masa di mana alat-alat elektronis memungkinkan manusia menggunakan beberapa macam alat indera dalam komunikasi. Adapun Alvin Toffler (1981) menamakannya sebagai The Third Wave.

Sementara itu, seiring dengan pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software), akan membawa perubahan bergesernya peranan guru¡Xtermasuk guru IPS¡Xsebagai penyampai pesan/informasi. Ia tidak bisa lagi berperan sebagai satu-satunya sumber informasi bagi kegiatan pembelajaran para siswanya. Siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber¡Xterutama dari media massa, apakah dari siaran televisi dan radio (media elektronik), surat kabar dan majalah (media cetak), komputer pribadi, atau bahkan dari internet.

Adalah tidak berlebihan kiranya apabila disebutkan bahwa media massa sangat berpengaruh di dalam pendidikan IPS. Hal ini didasarkan pada berbagai temuan penelitian yang menyiratkan, antara lain, bahwa :

1. Media massa, khususnya televisi, telah begitu memasyarakat;

2. Media massa berpengaruh terhadap proses sosialisasi;

3. Orang-orang lebih mengandalkan informasi yang berasal dari media massa daripada dari orang lain;

4. Para guru IPS perlu memberdayakan media massa sebagai sumber pembelajarannya; dan

5. Para orang tua dan pendidik, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, dapat meminimalisasikan pengaruh negatif media massa dan mengoptimalkan dampak positifnya. (Adiwikarta, 1988; Nielsen Media, 1989; Dominguez and Rincon, 1992; Prisloo and Criticos, 1994)

Lain daripada itu, massa dapat menunjang keberhasilan proses pembelajaran IPS melalui tiga cara :

1. Media massa dapat memperbaiki bagian content dari kurikulum IPS;

2. Media massa dapat dijadikan alat pembelajaran yang penting bagi IPS; dan

3. Media massa dapat digunakan untuk menolong siswa mempelajari metodologi ilmu-ilmu sosial, khususnya di dalam menentukan dan menginterpretasi fakta-fakta sosial (Clark, 1965 : 46-54).

Tulisan ini mencoba memberikan salah satu solusi alternatif untuk mengatasi problematika sebagaimana dipaparkan di awal tulisan, yakni dengan memanfaatkan salah satu media massa kontemporer¡Xinternet sebagai sumber pembelajaran IPS.

Internet, singkatan dari ¡§internatonal network¡¨, adalah jaringan informasi global, yakni ¡§the largest global network of computers, that enables people throughout the world to connect with each other¡¨. Internet dicetuskan pertama kali ide pembuatannya oleh J.C.R. Licklider dari MIT (Massachusetts Institute Technology) pada bulan Agustus 1962. Di Indonesia, internet mulai meluas sekitar tahun 1995, sejak berdirinya indointernet (Purbo, 2000).

Untuk dapat menggunakan internet diperlukan sebuah komputer (memory minimal 4 mega), harddisk yang cukup, modem (berkecepatan minimal 14.400), sambungan telepon (multifungsi : telepon, faksimile, dan internet), ada program Windows, dan sedikit banyak tahu cara mengoperasikannya. Selanjutnya hubungi provider terdekat. Andaikan semua prasyarat tadi tidak dimiliki, cukup mendatangi warnet (warung internet) terdekat yang banyak terdapat di kota-kota besar¡Xmaka kita dapat mengakses situs-situs apa saja sesuai dengan kebutuhan kita.

Internet disebut juga media massa kontemporer, karena memenuhi syarat-syarat sebagai sebuah media massa, seperti antara lain : ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim serta melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat oleh khalayaknya.

Pemanfaatan internet sebagai sumber pembelajaran IPS mengkondisikan siswa untuk belajar secara mandiri. ¡§Through independent study, students become doers, as well as thinkers¡¨ (Cobine, 1997). Para siswa dapat mengakses secara online dari berbagai perpustakaan, museum, database, dan mendapatkan sumber primer tentang berbagai peristiwa sejarah, biografi, rekaman, laporan, data statistik, atau kutipan yang berkaitan dengan IPS (Gordin et. al., 1995). Informasi yang diberikan server-computers itu dapat berasal dari ¡§commercial businesses (.com), goverment services (.gov), nonprofit organizations (.org), educational institutions (.edu), atau artistic and cultural groups (.arts)¡¨

Siswa dapat berperan sebagai seorang peneliti, menjadi seorang analis, tidak hanya konsumen informasi saja. Mereka menganalisis informasi yang relevan dengan pembelajaran IPS dan melakukan pencarian yang sesuai dengan kehidupan nyatanya (real life).

Siswa dan guru tidak perlu hadir secara fisik di kelas (classroom meeting), karena siswa dapat mempelajari bahan ajar dan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran serta ujian dengan cara mengakses jaringan komputer yang telah ditetapkan secara online.

Siswa juga dapat belajar bekerjasama (collaborative) satu sama lain. Mereka dapat saling berkirim e-mail (electronic mail) untuk mendiskusikan bahan ajar IPS. Kemudian, selain mengerjakan tugas-tugas pembelajaran dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru IPS, siswa dapat berkomunikasi dengan teman sekelasnya (classmates).

Pemanfaatan internet sebagai sistem e-learning memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut :

1. Dimungkinkan terjadinya distribusi pendidikan ke semua penjuru tanah air dan kapasitas daya tampung yang tidak terbatas karena tidak memerlukan ruang kelas;

2. Proses pembelajaran tidak terbatas oleh waktu seperti halnya tatap muka biasa;

3. Pembelajaran dapat memilih topik atau bahan ajar yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masing-masing;

4. Lama waktu belajar juga tergantung pada kemampuan masing-masing pembelajar/siswa;

5. Adanya keakuratan dan kekinian materi pembelajaran;

6. Pembelajaran dapat dilakukan secara interaktif, sehingga menarik pembelajar/siswa; dan

7. Memungkinkan pihak berkepentingan (orang tua siswa maupun guru) dapat turut serta menyukseskan proses pembelajaran, dengan cara mengecek tugas-tugas yang dikerjakan siswa secara on-line.

Selain beberapa kelebihan di atas, ada kelemahan yang mungkin timbul dalam sistem e-learning ini, yaitu tingginya kemungkinan gangguan belajar; sebab sistem tersebut mengkondisikan siswa untuk belajar mandiri, sehingga faktor motivasi belajar menjadi lebih signifikan terhadap keberhasilan belajar siswa. Untuk itu diperlukan adanya semacam penasehat (counsellor) yang memantau dan memotivasi belajar siswa agar prestasi belajarnya tidak menurun, dengan cara mengerjakan tugas-tugas belajar sebaik-baiknya dan secara tepat waktu. Di samping itu juga agar siswa tidak mengakses hal-hal yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan pelajaran atau hal-hal yang bersifat negatif (misalnya membuka situs-situs porno, atau membobol rekening bank dan rahasia perusahaan).

Meskipun begitu, pemanfaatan internet (sistem e-learning) sebagai sumber pembelajaran IPS merupakan sebuah keniscayaan, karena beberapa alasan berikut :

1. Mengingat penduduk Indonesia yang sangat besar dan tersebar di berbagai wilayah, serta terbatasnya daya tampung sekolah dan lembaga pendidikan lainnya, sehingga tidak mungkin dapat menampung mereka yang ingin belajar, maka prospek pemanfaatan internet sebagai suatu pendidikan alternatif cukup cerah;

2. Mendukung pencapaian pembelajaran IPS yang multicultural;

3. Mendorong kemampuan bagaimana belajar untuk belajar (learning to learn);

4. Membawa dampak ikutan yang positif, umpamanya meningkatnya kemampuan berbahasa Inggris; dan

5. Secara psikologis, akses terhadap internet juga menumbuhkan rasa percaya diri karena memungkinkan kita untuk tidak lagi terasing dari informasi sampai yang paling mutakhir.

Penulis adalah guru SMAN 21 Bandung.

PUSTAKA ACUAN

Adiwikarta, S. (1988). Sosiologi Pendidikan : Isyu dan Hipotesis tentang Hubungan Pendidikan dengan Masyarakat. Jakarta : P2LPTK-Ditjen Dikti Depdikbud.

Clark, L.H. (1965). Social Studies and Mass Media. Plainfield, N.J. : New Jersey Secondary School Teachers Association).

Clark, L.H. (1973). Teaching Social Studies in Schools : A Handbook. New York : MacMillan Publishing Co., Inc.

Cobine, G.R. (1997). Studying with the Computer. ERIC Digest. [Online]. Tersedia : http://www.ericfacility.net/ericdigests/ed450069.html. [28 April 2003].

Dominguez and Rincon. (1992). ¡§The Influence of Television¡¨. Dalam Buckingham, et.al. (Eds.). New Direction of Media Education. London : British Film Institute.

Gordin, D.L. et.al. (1995). ¡§Using the WorldWideWeb to Build Learning Communities¡¨. Northwestern University Magazine, April, 1-17.

McLuhan, M. (1964). Understanding Media : The Extensive of Man. New York : McGraw-Hill.

Nielsen Media Research. (1998). Report on Television. New York : A.C. Nielsen Company.

Prinsloo, J. and Criticos, C. (1994). Media Matters. New York : St. Martin Press.

Purbo, O.W. (2000). ¡§Perkembangan Teknologi Informasi dan Internet di Indonesia¡¨. Kompas (28 Juni 2000).

Toffler, A. (1981). The Third Wave. New York : Bantam Books.
Saya arief a. mangkoesapoetra setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN APLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAGI SISWA SEKOLAH DASAR

Artikel Pendidikan Lingkungan

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN APLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAGI SISWA SEKOLAH DASAR
MAKALAH
OLEH:
Sri Hendrawati, S.Pd., M.Pd
A. Latar Belakang
Kerusakan lingkungan dan sumber daya alam telah sampai pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Kerusakan lingkungan tidak hanya dirasakan oleh masyarakat lokal dan nasional saja, tetapi dalam skala global, banyak kejadian-kejadian yang selama ini kita saksikan, misalnya kebakaran hutan, semburan gas, sampah menggunung, polusi udara, limbah-limbah yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik, dan banyak lagi yang dapat mengakibatkan kerusakan pada lingkungan dan ekosistem yang selama ini kita dambakan kelestariannya, meskipun demikian sesuai dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman yang terus menerus sesuai dengan tuntutan kemajuan teknologi, pada tatanannya dapat memberikan dampak yang positif maupun negatif tergantung pada peruntukkan dan cara pengelolaannya.
Menyikapi perihal kerusakan lingkungan dan sumber daya alam, perlu adanya pengetahuan dan keterampilan yang bersifat langsung aplikasi dalam kehidupan sehari-hari serta menjadi pola tindak dan pola pikir untuk penanganan yang lebih spesifik pada permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia umumnya, khususnya masyarakat Kota Bandung, yang selama ini memiliki masalah yang paling urgensi yaitu penanganan sampah, polusi, air limbah, serta konservasi alam sebagai paru – paru kota dan sebagai kantung-kantung persediaan air.
Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan pengetahuan, kajian, bahan materi pelajaran yang berupaya untuk mendidik siswa Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah untuk memahami dan mempraktikkan langsung cara penanganan masalah-masalah lingkungan tersebut yang selama ini menjadi permasalahan dunia. Siswa-siswi sekolah dasar adalah calon-calon penerus bangsa yang akan hidup di masa mendatang dan akan menghadapi tantangan kehidupan yang tinggi dengan segala dilematisasi yang sangat kompleks.
B. Sejarah Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup
1. Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Tingkat Internasional
Pada tahun 1975, sebuah lokakarya internasional tentang pendidikan lingkungan hidup diadakan di Beograd, Jugoslavia. Pada pertemuan tersebut dihasilkan pernyataan antar negara peserta mengenai pendidikan lingkungan hidup yang dikenal sebagai "The Belgrade Charter - a Global Framework for Environmental Education". Secara ringkas tujuan pendidikan lingkungan hidup yang dirumuskan dalam Belgrade Charter tersebut di atas adalah sbb:
  1. Meningkatkan kesadaran dan perhatian terhadap keterkaitan bidang ekonomi, sosial, politik serta ekologi, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
  2. Memberi kesempatan bagi setiap orang untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, sikap/perilaku, motivasi dan komitmen, yang diperlukan untuk bekerja secara individu dan kolektif untuk menyelesaikan masalah lingkungan saat ini dan mencegah munculnya masalah baru.
  3. Menciptakan satu kesatuan pola tingkah laku baru bagi individu, kelompok-kelompok dan masyarakat terhadap lingkungan hidup.
2. Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di tingkat ASEAN
Program pengembangan pendidikan lingkungan bukan merupakan hal yang baru di lingkup ASEAN. Negara-negara anggota ASEAN telah mengembangkan program dan kegiatannya sejak konferensi internasional pendidikan lingkungan hidup pertama di Belgrade tahun 1975. Sejak dikeluarkannya ASEAN Environmental Education Action Plan 2000-2005, masing-masing negara anggota ASEAN perlu memiliki kerangka kerja untuk pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan. Indonesia sebagai negara anggota ASEAN turut aktif dalam merancang dan melaksanakan ASEAN Environmental Education Action Plan 2000-2005. Pada intinya ASEAN Environmental Education Action Plan 2000 – 2005 ini merupakan tonggak sejarah yang penting dalam upaya kerja sama regional antar sesama negara anggota ASEAN dalam turut meningkatkan pelaksanaan pendidikan lingkungan di masing-masing negara anggota ASEAN.

3. Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia
Di Indonesia perkembangan penyelenggaraan pendidikan lingkungan dimulai pada tahun 1975 dimana IKIP Jakarta untuk pertama kalinya merintis pengembangan pendidikan lingkungan dengan menyusun Garis-garis Besar Program Pengajaran Pendidikan Lingkungan Hidup yang diujicobakan di 15 Sekolah Dasar Jakarta pada periode tahun 1977/1978.
Pada tahun 1979 dibentuk dan berkembang Pusat Studi Lingkungan (PSL) di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Bersamaan dengan itu pula mulai dikembangkannya pendidikan AMDAL oleh semua PSL di bawah koordinasi Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Meneg-PPLH). Saat ini jumlah PSL yang menjadi anggota BKPSL telah berkembang menjadi 87 PSL, di samping itu berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta mulai mengembangkan dan membentuk program khusus pendidikan lingkungan, misalnya di Jurusan Kehutanan IPB.
Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Prakarsa pengembangan pendidikan lingkungan juga dilakukan oleh berbagai LSM. Pada tahun 1996/1997 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2001 tercatat 76 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan.
Sehubungan dengan kegiatan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia, Kelompok Kerja Pendidikan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Lingkungan Hidup (Pokja PKSDH & L) telah membagi perkembangan kegiatan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia ke dalam tiga periode, yaitu :
1. Periode 1969-1983 (periode persiapan dan peletakan dasar)
Usaha pengembangan pendidikan LH ini tidak bisa dilepaskan dari hasil Konferensi Stockholm pada tahun 1972 yang antara lain menghasilkan rekomendasi dan deklarasi antara lain tentang pentingnya kegiatan pendidikan untuk menciptakan kesadaran masyarakat dalam melestarikan lingkungan hidup. Salah satu kegiatan yang mempelopori pengembangan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia dilakukan oleh IKIP Jakarta pada tahun yaitu dengan menyusun Garis-garis Besar Pendidikan dan Pengajaran (GBPP) bidang lingkungan hidup untuk pendidikan dasar. Pada tahun 1977/1978, GBPP tersebut kemudian diujicobakan pada 15 SD di Jakarta. Selain itu penyusunan GBPP untuk pendidikan dasar, beberapa perguruan tinggi juga mulai mengembangkan Pusat Studi Lingkungan (PSL) yang salah satu aktivitas utamanya adalah melaksanakan kursus-kursus mengenai analisis dampak lingkungan (AMDAL). Program studi lingkungan dan konservasi sumberdaya alam di beberapa perguruan tinggi juga mulai dikembangkan.
2. Periode 1983-1993 (periode sosialisasi)
Pada periode ini, kegiatan pendidikan lingkungan hidup baik di jalur formal (sekolah) maupun di jalur non formal (luar sekolah) telah semakin berkembang. Pada jalur pendidikan formal, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, materi pendidikan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan konservasi SDA telah diintegrasikan ke dalam kurikulum 1984. Selama periode ini, berbagai pusat studi seperti Pusat Studi Kependudukkan (PSK) dan Pusat Studi Lingkungan (PSL) baik di perguruan tinggi negeri maupun pergurutan tinggi swasta terus bertambah jumlah dan aktivitasnya. Selain itu, program-program studi pada jenjang S1, S2, dan S3 yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam juga terus berkembang. Bahkan isu dan permasalahan lingkungan hidup telah diarahkan sebagai bagian dari Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) yang harus diterima oleh semua mahasiswa pada semua program studi atau disiplin ilmu.
Perhatian terhadap upaya pengembangan pendidikan lingkungan hidup oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan juga terus meningkat, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu dengan terus dimantapkannya program dan aktivitasnya melalui pembentukkan Bagian Proyek KLH sebagai salah satu unit kegiatan di Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen). Pada periode ini sosialiasasi masalah lingkungan hidup juga dilakukan terhadap kalangan administratur negara dengan memasukkan materi kependudukkan dan lingkungan hidup ke dalam kurikulum penjenjangan tingkat Sepada, Sepadya, dan Sespa pada Diklat Lembaga Administrasi Negara (LAN) tahun 1989/1990. Di samping itu, selama periode ini pula banyak LSM serta lembaga nirlaba lainnya yang didirikan dan ikut mengambil peran dalam mendorong terbentuknya kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku ramah lingkungan. Secara keseluruhan, perkembangan kegiatan pendidikan, penyuluhan, dan penyadaran masyarakat di atas tidak saja terjadi di Jakarta tetapi juga di daerah-daerah lainnya.
3. Periode 1993 - sekarang (periode pemantapan dan pengembangan)
Salah satu hal yang menonjol dalam periode ini adalah ditetapkannya Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Departemen P & K juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK , program sekolah asri, dan lain-lain. Selain itu, berbagai insiatif dilakukan baik oleh pemerintah, LSM, maupun erguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain.
Walaupun perhatian terhadap langkah-langkah pengembangan pendidikan lingkungan hidup pada satu atau dua tahun terakhir ini semakin meningkat, baik untuk pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah, namun harus diakui bahwa masih banyak hal yang perlu terus selalu diperbaiki agar pendidikan lingkungan hidup dapat lebih memasyarakat secara konsisten dan berkelanjutan. Dengan demikian, kegiatan pendidikan lingkungan hidup yang dilaksanakan mulai jenjang pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi melalui berbagai bentuk kegiatan dapat memberikan hasil yang optimal.
APLIKASI PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DI SEKOLAH DASAR
A. Pengertian dan Definisi
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak manusia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.
Pendidikan lingkungan hidup adalah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.
Pendidikan lingkungan hidup formal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang diselenggarakan melalui sekolah, terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang dengan metode pendekatan kurikulum yang terintegrasi maupun kurikulum yang monolitik (tersendiri).
Pendidikan lingkungan hidup nonformal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan di luar sekolah yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (misalnya pelatihan AMDAL, ISO 14000, PPNS).
Pendidikan lingkungan hidup informal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan di luar sekolah dan dilaksanakan tidak terstruktur maupun tidak berjenjang.
Visi pendidikan lingkungan hidup yaitu: Terwujudnya manusia Indonesia yang memiliki pengetahuan, kesadaran dan keterampilan untuk berperan aktif dalam melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
Pada hakikatnya visi ini bertitik tolak dari latar belakang permasalahan pendidikan lingkungan hidup yang ada selama ini dan sejalan dengan filosofi pembangunan berkelanjutan yang menekankan bahwa pembangunan harus dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang serta melestarikan dan mempertahankan fungsi lingkungan dan daya dukung ekosistem.
Untuk dapat mewujudkan visi tersebut di atas, maka ditetapkan misi yang harus dilaksanakan, yaitu:
  1. Mengembangkan kebijakan pendidikan nasional yang berparadigma lingkungan hidup;
  2. Mengembangkan kapasitas kelembagaan pendidikan lingkungan hidup di pusat dan daerah;
  3. Meningkatkan akses informasi pendidikan lingkungan hidup secara merata;
  4. Meningkatkan sinergi antar pelaku pendidikan lingkungan hidup.
B. Tujuan dan Ruang Lingkup kebijakan PLH
Tujuan pendidikan lingkungan hidup:
Mendorong dan memberikan kesempatan kepada masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana, turut menciptakan pola perilaku baru yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
Sesuai dengan tujuan pendidikan lingkungan hidup, maka disusunlah kebijakan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia yang bertujuan untuk menciptakan iklim yang mendorong semua pihak berperan dalam pengembangan pendidikan lingkungan hidup untuk pelestarian lingkungan hidup.
a.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup meliputi hal-hal sebagai berikut:
  1. Pendidikan lingkungan hidup yang melalui jalur formal, nonformal dan jalur informal dilaksanakan oleh seluruh stakeholder.
  2. Diarahkan kepada beberapa hal yang meliputi aspek: a) kelembagaan, b) SDM yang terkait dalam pelaku/pelaksana maupun objek pendidikan lingkungan hidup, c) sarana dan prasarana, d) pendanaan, e) materi, f) komunikasi dan informasi, g) peran serta masyarakat, dan h) metode pelaksanaan.
Landasan Kebijakan
Kebijakan pendidikan lingkungan hidup disusun berdasarkan:
  1. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
  2. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
  3. UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
  4. UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional;
  5. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
  6. Keputusan Bersama Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1991 dan Nomor 38 Tahun 1991; tentang Peningkatan Pemasyarakatan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Melalui Jalur Agama.
  7. Piagam Kerja Sama Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan Menteri Dalam Negeri Nomor 05/MENLH/8/1998 dan Nomor 119/1922/SJ tentang Kegiatan Akademik dan Non Akademik di Bidang Lingkungan Hidup;
  8. Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 0142/U/1996 dan Nomor KEP:89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup;
  9. Naskah Kerja Sama antara Pusat Pengembangan Penataran Guru Teknologi Malang sebagai Pusat Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup Nasional untuk Sekolah Menengah Kejuruan dan Direktorat Pengembangan Kelembagaan/Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 218/C19/TT/1996 dan Nomor B-1648/I/06/96 tentang Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup pada Sekolah Menengah Kejuruan.
  10. Komitmen-komitmen Internasional yang berkaitan dengan pendidikan lingkungan hidup.
Kebijakan Umum
Kebijakan umum pendidikan lingkungan hidup terdiri dari:
1. Kelembagaan pendidikan lingkungan hidup menjadi wadah/sarana menciptakan perubahan perilaku manusia yang berbudaya lingkungan
Selama ini pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di lapangan masih banyak mengahadapi berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang dirasakan sangat krusial adalah belum optimalnya kelembagaan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia sebagai wadah yang ideal dan efektif dalam mendorong keberhasilan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di lapangan.
2. Sumber daya manusia pendidikan lingkungan hidup yang berkualitas dan berbudaya lingkungan
Berhasil tidaknya pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di lapangan ditentukan antara lain oleh kualitas dan kuantitas pelaku dan kelompok sasaran pendidikan lingkungan hidup. Dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas pelaku pendidikan lingkungan hidup (misalnya: guru, pengajar, fasilitator) diharapkan akan menghasilkan sumber daya manusia yang berpengetahuan, berketerampilan, bersikap dan berperilaku serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup di sekitarnya.
3. Sarana dan prasarana pendidikan lingkungan hidup sesuai dengan kebutuhan
Agar proses belajar-mengajar dalam pendidikan lingkungan hidup dapat berjalan dengan baik, perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi antara lain: laboratorium, perpustakaan, ruang kelas, peralatan belajar-mengajar. Di samping itu, dalam melaksanakan pendidikan lingkungan hidup, alam dapat digunakan sebagai sarana pengetahuan.
4. Pengalokasian dan pemanfaatan anggaran pendidikan lingkungan hidup yang efisien dan efektif
Penyelenggaraan pendidikan lingkungan hidup perlu didukung pendanaan yang memadai. Pendanaan dan pengalokasian anggaran bagi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup tersebut sangat bergantung kepada komitmen pelaku pendidikan lingkungan hidup di semua tingkatan, baik pusat dan daerah. Agar pendidikan lingkungan hidup dapat dilaksanakan dengan baik perlu adanya keterlibatan semua pihak dalam pengalokasian anggaran yang proporsional dan penggunaan anggaran pendidikan lingkungan hidup yang efisien dan efektif.
5. Materi pendidikan lingkungan hidup yang berwawasan pembangunan berkelanjutan, komprehensif dan aplikatif
Penyusunan materi pendidikan lingkungan hidup harus mengacu pada tujuan pendidikan lingkungan hidup dengan memperhatikan tahap perkembangan dan kebutuhan yang ada saat ini. Untuk itu, materi pendidikan lingkungan hidup perlu dipersiapkan secara matang dengan mengintegrasikan pengetahuan lingkungan yang berwawasan pembangunan berkelanjutan, dan disusun secara komprehensif, serta mudah diaplikasikan kepada seluruh kelompok sasaran.
6. Informasi yang berkualitas dan mudah diakses sebagai dasar komunikasi yang efektif
Kualitas informasi tentang pendidikan lingkungan hidup perlu terus dibangun dan dijamin ketersediaannya agar setiap orang mudah mendapatkan informasi tersebut. Informasi yang berkualitas dapat digunakan untuk pelaksanaan komunikasi efektif antar pelaku dan kelompok sasaran serta bagi pengembangan pendidikan lingkungan hidup.
7. Keterlibatan dan ketersediaan ruang bagi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan lingkungan hidup
Keterlibatan masyarakat diperlukan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan lingkungan hidup. Oleh karena itu, pelaku pendidikan lingkungan hidup perlu memberikan peran yang jelas bagi keterlibatan masyarakat tersebut.
8. Metode pendidikan lingkungan hidup berbasis kompetensi
Metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup merupakan hal yang penting dan sangat berperan dalam menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas. Pengembangan metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup yang baik (berbasis kompetensi dan aplikatif), dapat meningkatkan kualitas pendidikan lingkungan hidup sehingga dapat mencapai sasaran yang diharapkan.
C. Aplikasi Penyelenggaraan PLH di Sekolah Dasar
Menurut Wittmann 1997, ada tiga prinsip dasar didaktis untuk pendidikan lingkungan hidup yang dapat dijalani siswa, yaitu sebagai berikut :
1. Pendidikan lingkungan secara menyeluruh
Menyeluruh artinya mencakup semua dimensi yang berhubungan dengan pemahaman lingkungan, baik yang berhubungan dengan alat indera, maupun ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Belajar yang menyeluruh akan menunjukkan hubungan keterkaitan antara satu dengan lain hal.
2. Pendidikan lingkungan diterapkan sesuai dengan situasi.
Pertama situasi belajar harus menyentuh perasaan anak. Perlu diperhatikan bahwa perasaan anak sama dengan orang dewasa, hargailah anak agar ia dapat menumbuhkan motivasinya untuk belajar dan berbuat. Kedua, situasi belajar harus dapat memberikan peluang kepada siswa untuk berinteraksi langsung dengan lingkungan dimana ia berada sebagai sumber belajar, ajak siswa untuk mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul di lingkungan sekitarnya.
3. Pendidikan lingkungan menuntut tindakan
Penyelenggaraan PLH hendaknya memberikan pelayanan pada siswa untuk aware terhadap masalah lingkungan dan siswa berlatih untuk menyusun sebuah positive action dalam upaya meminimalisasi dampak permasalahan yang timbul di lingkungannya tersebut. Misalnya jika permasalahan yang muncul adalah mengenai tumpukan sampah yang tersebar diseluruh penjuru sekolah, maka siswa dapat melakukan tindakan positif sebagai individu yang peduli lingkungan dengan cara memungut sampah tersebut kemudian membuangnya ke tempat sampah, atau mungkin juga mengajak beberapa temannya untuk melakukan opsih (operasi bersih) di lingkungan sekolah.
Waryono dan Didit (2001) menyatakan bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang kritis sebagai generasi penerus bangsa di masa yang akan dating. Jika pengetahuan dan cara yang ditanakan pada masa kanak-kanak itu benar, dapat diharapkan ketika ia mencapai masa remaja dan dewasa, maka bekal pengetahuan, pemahaman dan pembentukan perilaku semasa masa kanak-kanak akan membawa pengaruh positif yang sangat besar yang akan mempengaruhi kehidupannya. Dengan demikian, sangatlah strategis pembekalan mengenai lingkungan hidup diberikan kepada anak-anak secara terprogram dan berkelanjutan seperti halnya yang tertuang dalam mata pelajaran PLH ini agar tercipta insane-insan yang peduli pada lingkungan.
Waryono dan Didit (2001) menyatakan bahwa PLH dapat diberikan secar formal maupun informal kepada generasi muda. PLH yang diberikan secara formal dapat dilakukan di sekolah-sekolah dengan memasukkan PLH ke dalam kurikulum sekolah dan memanfaatkan potensi lingkungan yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini guru yang menyampaikan materi pelajaran tidaklah harus selalu ekolog atau ilmuwan, guru kelas pun dapat menyampaikan materi PLH selama ia mampu menjadi pemandu dalam berpikir tentang lingkungan yang ada di sekitarnya.
Bentuk materi PLH dapat dikemas secara integrative di dalam mata pelajaran sekolah, mengingat PLH bukanlah mata pelajaran baru, namun esensinya dapat diberikan bersamaan dengan pelajaran lain yang memiliki keterkaitan dengan materi PLH tersebut, atau bisa juga dikemas dalam satu pelajaran terpisah yang merupakan materi atau mata pelajaran muatan local tentang PLH.
Penyelenggaraan PLH dapat dilakukan secara outdoor education, dengan melakukan kegiatan outbond yang mendekatkan siswa dengan alam, dan mengarahkan pada pembentukan sikap dan perubahan tingkah laku yang peka terhadap lingkungan, melalui tahap-tahap penyadaran, pengertian, perhatian, tanggung jawab dan pemupukan sikap positif lainnya seperti kecintaan pada lingkungan, peduli lingkungan dan memiliki kecerdasan emosi yang baik dengan mau menyayangi sesame makhluk ciptaan Tuhan.
Aktivitas yang dilakukan dapat berupa permainan, mendengarkan cerita/dongeng, olahraga, eksperimen, perlombaan, mengenal kasus-kasus lingkungan di sekitarnya kemudian mendiskusikannya secara bersama untuk menemukan solusi dan menentukan positive action, jelajah lingkungan dan aksi lingkungan . aktivitas tersebut tentunya menyenangkan bagi siswa sehingga pembelajaran dapat lebih bermakna bagi siswa, sehingga apa yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. Dengan begitu PLH menjadi aplikatif dan bukan sekedar hafalan semata.
Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup ini sebaiknya dilakukan dengan pendekatan yang melibatkan peran aktif semua unsure di sekolah dan perguruan tinggi yang yang lebih mengutamakan pembentukan sikap dan kepeduliannya terhadap lingkungan . pendidikan lingkungan hidup dapat juga dimasukan dalam kegiatan ekstra kurikuler dalam wujud kegiatan kongkret dengan mengarah pada pembentukan sikap kepribadian yang berwawasan lingkungan, seperti penanaman pohon pengelolaan sampah, serta pembahasan actual tentang isu lingkungan hidup.
Dengan demikian pendidikan lingkungan hidup dapat terintregasi pada berbagai aktivitas sehingga akan tercapai perbaikan situasi lingkungan secara terus-menerus dan menjdikan sekolah berwawasan lingkungan.
Sedangkan metode pembahasan lingkungan seyogyanya ditekankan pada kerja kelompok, praktik laboraturium, kerja proyek, kerja social dan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup. Selanjutnya strategi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup dengan menggunakan pendekatan intergrasi dalam kegiatan sekolah mengacu pada kebijaksanaan pemerintah tenang lngkungan hidup, menggunakan satuan organisasi yang sudah ada. Untuk itu tentu diperlukan proses yang berkelanjutan dan konsisten, serta perlu ada monitoring dan evaluasi untuk mengukur keberhasilan program.
Adapun strategi untuk mewujudkan perilaku bagi seluruh lapisan masyarakat bisa dilakukan dengan meningkatkan kesadaran seluruh lapisan masyarakat untuk memelihara kelstarian lingkungan hidup. Dalam hal ini perlu digalakan pemahaman tentang etika lingkungan hidup. Strategi yang dipilih untuk keberlanjutan sumber daya alam disesuaikan dengan tipe manusia , yaitu tipe manusia yang menggunakan daya alam di bawah minimum dan menggunkan hanya secukupnya di ikuti dengan pelstarian , maka yang dilakukan adalah sikap untuk mempertahankan perilaku tersebut serat mengajak menyebarluaskan perilaku tersebut kepada masyarakat di sekitarnya. Untu tipe manusia menggunkan sumber daya alam dengan boros maka perlu penyadaran diri sudah saatnya hidup secukupnya bukan tidak mampu beli tetapi karena timbulnya kesadaran bahwa semua hal yang bersifat konsumennisme itu akan mencemari lingkungan padahal alam memiliki keterbatasan untuk menampung dan menetralkan zat pencemar tersebut. Untuk tipe manusia serakah yang tidak pernah puas mengeplorasi alam perlu ada tindakan tegas berupa sanksi yang sesuai dengan kerusakan yang dibuatnya terhadap alam dari pemerintah atau dari masyarakat sehingga tidak terulang lagi tindakan serupa.
D. Penyelenggaraan PLH di Kota Bandung
Penyelenggaraan PLH di kota Bandung berbeda dengan penyelenggaraan PLH di kota-kota lain di Indonesia, karena sejak tahun 2006 PLH telah dijadikan sebagai mata pelajaran muatan lokal wajib yang dilaksanakan mulai dari TK hingga SMA. Kota bandung merupakan kota satu-satunya di Indonesia yang menerapkan PLH sebagai Mata Pelajaran Muatan Lokal.
Mulok Pendidikan Lingkungan Hidup adalah kumpulan bahan kajian dan materi tentang lingkungan hidup dalam konteks internalisasi secara langsung maupun tidak langsung, dalam membentuk kepribadian mandiri serta pola tindak dan pola pikir siswa, sehingga dapat merefleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut ini adalah landasan penyelenggaraan MULOK PLH di Kota Bandung :
Tujuan diberikan Mata Pelajaran Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan Hidup, agar peserta didik mampu :
a. Memupuk Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Membentuk sikap dan kepribadian yang positif dalam bentuk kegiatan pembiasaan pola hidup yang menghargai lingkungan.
c. Membina kemampuan berinisiatif dan mengambil keputusan yang tepat dalam waktu singkat.
d. Membentuk pengenalan dan penguasaan kemampuan yang membangun watak dan tanggungjawab untuk mencintai lingkungan.
e. Mengembangkan rasa sosial dengan menghayati dan mengamalkan pentingnya lingkungan hidup.
f. Menghayati keanekaragaman hayati yang dapat memberikan kontribusi kesempurnaan dan keseimbangan ekosistem
Manfaat Pendidikan Lingkungan Hidup
1. Meningkatkan Keberhasilan dalam Menciptakan Lingkungan yang Baik
2. Memberikan Wawasan Berpikir yang Luas
3. Memberikan Kemampuan Dalam Mengatasi Situasi Sehari-hari
4. Memotivasi Siswa untuk Meningkatkan Kemampuannya
5. Memberi Kemampuan Mengatasi Permasalahan Pribadi
6. Meningkatkan Rasa Toleransi, Kebersamaan, dan Menghargai Orang Lain
7. Meningkatkan Rasa Tanggungjawab Terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain.
Berbagai Keterampilan Yang Dikembangkan :
1. Empati ( Kesadaran Diri )
2. Komunikasi (Hubungan Interpersonal)
3. Pengambilan Keputusan (Problem Solving)
4. Berpikir Kreatif (Berpikir Kritis)
5. Berpikir Inovatif ( Pengembangan)
Pelaksana Kurikulum Muatan Lokal PLH adalah guru, baik guru kelas atau guru khusus mulok PLH. Adapun metode pembelajaran / penyampaian materi Pendidikan Lingkungan Hidup, pada dasarnya menggunakan berbagai metode (multy method), tetapi yang sebagian besar dilaksanakan dan digunakan adalah sebagai berikut : Ceramah, Diskusi / Tanya Jawab, Bermain peran dan simulasi, Penugasan / Praktek .
Ruang Lingkup PLH meliputi penanaman konsep, pelatihan dan penerapan yang terdiri dari konsep dasar lingkungan hidup, P4LH yang merupakan serangkaian kegiatan meliputi kegiatan Pembibitan, Penanaman, Pemeliharaan dan Pengawasan di lingkungan rumah, sekolah dan sekitarnya; K3 merupakan bahan kajian yang menekankan ketertiban, kebersihan dan keindahan di lingkungan rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat; serta Implementasi IPTEK dalam pengelolaan Llingkungan hidup.
Alokasi waktu mata pelajaran Mulok PLH adalah 2 jam per minggu dengan bobot 70% praktek dan 30% teori. Penilaian pada dasarnya dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh, baik tentang proses maupun hasil pembelajaran yang telah dicapai peserta didik. Penilaian tersebut meliputi penilaian terhadap sikap (afektif), pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor).
Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengajarkan Mulok PLH :
· Guru harus senantiasa berbicara dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami siswa
· Guru hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengungkapkan gagasannya/
· Guru sebaiknya memberikan kesempatan pada siswa agar dapat berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan
· Berikan penguatan/reinforcement kepada siswa untuk tetap mempertahankan semangat belajar dalam setiap kegiatan
· Guru sebaiknya mengembangkan metode pembelajaran PAKEM
E. Contoh Penyelenggaraan PLH di SD
Contoh (1)
MENYEDIAKAN BAHAN DAN ALAT YANG BISA DIGUNAKAN UNTUK PEMBIBITAN TANAMAN
PENGANTAR
Kegiatan ini dapat dilakukan oleh individu ataupun kelompok.Akan lebih objektif apabila dilakukan secara berkelompok sebab penyediaan bahan dan alat cukup mahal, guru akan dapat melihat langsung kemampuan siswa dalam menyediakan bahan dan alat yang bisa digunakan untuk pembibitan tanaman .
TUJUAN
1. Dapat mengetahui penggunaan bahan dan alat untuk pembibitan tanaman
2. Mengetahui jenis-jenis tanaman
3. Mengetahui pupuk yang harus dipergunakan
4. Dapat mengetahui area pembibitan
BAHAN / ALAT YANG DISEDIAKAN
· Bermacam-macam bibit tanaman yang mudah disemai, misalnya cabe, tomat, bayam, dll
· Media tanam berupa campuran tanah, kompos, dan pupuk kandang.
· Pot, polibag atau lahan tanah.
· Perlengkapan diantaranya : kater, isilasi dan tali raffia
W A K T U
2 Jam Pelajaran ( 2 x 35 menit )
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
1. Lakukan kegiatan ini di luar kelas
2. Siswa dapat dibuat kelompok atau individu
3. Jelaskan dengan singkat cara pelaksanaan pemilahan bahan dan alat untuk pembibitan tanaman
4. Jelaskan pula jika akan melakukan pemilihan bahan dan alat untuk pembibitan tanaman
5. Setelah berupaya melakukan pemilihan bahan dan alat untuk pembibitan
6. Jelaskan kembali temuan-temuan yang didapat ketika proses sedanga berlangsung
7. Beri kesempatan kepada siswa yang dapat memberikan tanggapan hasil kerja kelompoknya atau kelompok yang lain
8. Tengahi apabila ada ketidak cocokan antar kelompok.
9. Jelaskan bagaimana pentingnya pemilihan bahan dan alat untuk pembibitan tanaman
PENEGASAN
Siapkan bahan dan alat untuk pembibitan tanaman, untuk menggali potensi siswa dalam pemilihan bahan dan alat untuk pembibitan tanaman
EVALUASI
Evaluasi bisa menggunakan lembar pengamatan atau lembar skala sikap
Contoh (2)
SIKAP SENANG TERHADAP PELAKSANAAN KETERTIBAN DI SEKOLAH
PENGANTAR
Kegiatan ini berbentuk lagu yang dinyanyikan bergantian, karena itu siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. irama yang diambil dari lagu yang populer di telinga siswa, atau lagu yang populer di daerah masing-masing, misalnya lagu “rasa sayange“ Pemilihan kegiatan dalam bentuk lagu dimaksudkan agar siswa dapat bernyanyi sambil belajar, sehingga tujuan bisa berhasil karena dilakukan tanpa beban dan tanpa terpaksa.
Syair lagu dikembangkan dari satu kata yang disampaikan kelompok lain.Untuk itu sebelum kegiatan, guru hendaknya menjelaskan agar tiap kelompok menunjuk seorang siswa sebagai penggerak / komando untuk dinyanyikan kelompoknya bersama-sama
TUJUAN
1. Membangkitkan sikap rasa senang terhadap pelaksanaan ketertibandi sekolah .
2. Menanamkan rasa sikap senang terhadap pelaksanaan ketertiban di sekolah .
3. Membiasakan sikap senang terhadap pelaksanaan ketertiban di sekolah .
BAHAN / ALAT YANG DISEDIAKAN
- Teks tata tertib sekolah
- Teks lagu
- Model gambar sekolah atau kelas yang tertib dan kelas yang tidak tertib
WAKTU
2 Jam Pelajaran
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
1. Lakukan kegiatan ini didalam kelas atau diluar kelas .
2. Mengkondisikan siswa dalam kegiatan belajar dengan cara bernyanyi bersama tentang sikap senang terhadap pelaksanaan ketertiban di sekolah .
3. Guru menjelaskan dan mengembangkan syair lagu yang berkaitan dengan ketertiban sekolah.
4. Siswa diberi beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan tema ketertiban .
5. Guru mengajak siswa untuk mengamati model gambar yang menceritakan ketertiban sekolah
6. Untuk lebih memahami tentang ketertiban sekolah siswa diajak untuk melihat dan mencatat hal-hal yang dianggap penting yang berkaitan dengan pelaksanaan ketertiban diruangan kelas lain, sebagai bahan perbandingan dalam hal ketertiban
7. Guru memberi pertanyaan kepada siswa yang berkaitan dengan ketertiban .
Contoh : Apakah ketertiban sudah terlaksana di kelas kamu ?
8. Untuk membuktikan jawaban siswa, beberapa siswa diminta untuk membacakan teks tata tertib kelas, siswa yang lain menyimaknya.
9. Kemudian siswa diberi pertanyaan yang berkaitan dengan tata tertib .
Contoh : -Apakah kamu sudah melaksanakan ketertiban di sekolah ? Jelaskan !
10. Guru menjelaskan kembali tentang manfaat tata tertib di kelas/ sekolah, siswa kembali diberi pertanyaan :
Apakah kamu senang dengan adanya tata tertib sekolah ? kalau senang laksanakan tata tertib itu sebaik-baiknya !
PENEGASAN
Jelaskan bahwa ketertiban harus dilaksanakan dan ditaati oleh semua siswa / guru untuk mengatur dan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah.
Dalam hal ini siswa harus menerima dengan sikap senang terhadap pelaksanaan ketertiban di sekolah .
EVALUASI
Untuk mengetahui sejauhmana respon anak terhadap upaya membiasakan sikap senang terhadap pelaksanaan ketertiban sekolah dengan mentaati tanpa ada paksaan.
Dalam menilai kegiatan ini guru menggunakan lembar Skala Sikap.
Berilah tanda cek { √ } pada kolom yang tersedia!
BAB III
PENUTUP
Program Pendidikan Lingkungan menyangkut skala yang sangat luas, sehingga perlu partisipasi dan kerjasama berbagai pihak agar hasilnya optimal dan bebas konflik. Secara umum, PLH bertujuan untuk meningkatkan kepedulian anak terhadap lingkungan melalui kegiatan teori, praktek, diskusi, permainan, serta observasi lapangan serta menanamkan nilai-nilai konservasi alam dan lingkungan sedini mungkin pada siswa sehingga meningkatkan kepedulian siswa terhadap lingkungan.
Salah satu puncak perkembangan pendidikan lingkungan adalah dirumuskannya tujuan pendidikan lingkungan hidup menurut UNCED adalah sebagai berikut:
Pendidikan lingkungan Hidup (environmental education - EE) adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif , untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah timbulnya masalah baru [UN - Tbilisi, Georgia - USSR (1977) dalam Unesco, (1978)]
PLH memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam PLH perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, PLH perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah?.
Pendidikan lingkungan hidup haruslah:
1. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas — alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
2. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal;
3. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang.
4. Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain;
5. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;
6. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan;
7. Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;
8. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
9. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;
10. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover), gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
11. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
12. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first - hand experience).
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas (2006). Modul PLH untuk Pengawas TK/SD dan Guru SD. Bandung
Depdiknas (2006) Standar Kompetensi Muatan Lokal PLH SD. Bandung
---------, (2006) Handout Pelatihan PLH Untuk Guru-guru SD se-kota Bandung
e-leadhership, (2007) Pendidikan Lingkungan Hidup Bukan untuk Pembebanan Baru bagi Siswa
Hendriani,Yeni (2007). Pendidikan Lingkungan Hidup; Wawasan LH/PLH dan Etika Lingkungan. Bandung : P4TK IPA – Depdiknas.
Kementrian Lingkungan Hidup. Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup. http://www.menlh.go.id
Wittman,H (1997). Pendidikan Lingkungan Hidup, Hanns-Seidel-Foundation, Jakarta.