Thursday, March 21, 2013

Menggagas Pendiidkan Transgesif


Oleh: M.Nur K. Amrullah
Awal mula proses pendidikan di dunia ini diawali dari kebutuhan hidup manusia, untuk terus mencari jati diri sebagai manusia yang unggul dibandingkan makhluk lain. Maka tak heran jika banyak filosofi kehidupan dan teks-teks suci selalu menobatkan manusia sebagai makhluk paling sempurna, maka misi menjadi makhluk sempurna-terbatas ini harus menjadi tidak sekedar pengakuan dan keakuan, tapi harus bisa diwujudkan sebagai sebuah sistem nyata yang bisa bekerja untuk pembuktian dan proses pewujudan manusia sebagai makhluk paling sempurna. Mungkin kita sering mendengar bahwa tujuan pendidikan yang sesungguhnya adalah memanusiakan manusia, artinya ada potensi manusia bisa menjadi bukan manusia yang harus ditangkal oleh pendidikan.
Selama ini sudah banyak berkembang teori pendidikan, untuk menunjukkan bahwa dunia pendidikan tidak pernah berhenti melakukan inovasi dan melakukan penggalian khasanah potensi positif pada manusia, tapi sayangnya tidak banyak diantara para pendidik yang berani melakukan proses kreatif dengan cara membongkar dan mendiagnosis praktik-praktik tradisional dalam proses pendidikan, ini sering terjadi di sekolah-sekolah formal. Pendidik cenderung menjadikan proses pendidikan dan pembelajaran sebagai kegiatan rutin yang acap kali tak memiliki toleransi terhadap minat dan bakat siswa. Siswa diperlakukan seperti pasien yang harus tunduk dan patuh dalam asupan dosis belajar yang telah dibuat pendidik, maka tak mengherankan jika dikemudian hari siswa-siswa kita hanya pintar menggunakan otak dan memainkan bahasa, tapi lemah integrasi sikap social dan tanggung jawabnya.
Pendidikan Transgresif, Bagaimana Memulainya?
Transgresif adalah adopsi dari kata transgress yang berarti proses yang melewati batas-batas logika dan aturan yang mengangkang, sedangkan Pendidikan Transgresif yang penulis maksud adalah upaya untuk melakukan pendesainan ulang (redesign) terhadap pendidikan agar mampu menjawab tantangan kehidupan yang semakin sulit diprediksi, menanamkan nilai-nilai anti stagnasi dan pada akhirnya akan mewujudkan manusia pendidikan yang mampu menjadi manusia pionir.
bersambung………………….



ARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

28 12 2009
Pendidikan Indonesia sudah kehilangan arah. Pendidikan di Indonesia dalam bentuk sekolah telah tercerabut dari akar kesejarahan sistem pendidikan nasional. Pendidikan di Indonesia sudah tidak lagi bertumpu pada nilai-nilai dasar pendidikan yang memerdekakan, pendidikan yang menyadarkan dan pendidikan yang memanusiakan manusia muda dan pengangkatan manusia muda ke taraf insani. Pendidikan di Indonesia hanya berorientasi pasar.
Buktinya, pemerintah sekarang sedang menggalakkan pendidikan tingkat satuan pendidikan menengah atas berbasis kerja, yaitu sekolah menengah kejuruan (SMK). Pemerintah berencana akan mengubah pola pendidikan Indonesia dengan perbandingan 70% untuk SMK dan 30% untuk sekolah menengah atas (SMA). Lulusan SMA dalam pandangan pemerintah hanya menghasilkan lulusan tidak siap kerja kalau tidak mau disebut pengangguran. Maka, guna mengurangi angka pengangguran, pemerintah melakukan ‘terobosan’ dengan menciptakan SMK. Lulusan SMK dalam pandangan pemerintah lebih siap untuk bekerja dan mengurangi pengangguran.
Bukan fase bekerja
Pendidikan di Indonesia hanya dimaknai sebagai salah satu untuk mendapatkan pekerjaan agar tidak menjadi pengangguran (link and match). Padahal, link and match pernah dikritik Soetandyo Wignyosoebroto, Guru Besar Emeritus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Menurut Pak Tandyo–begitu orang menyapanya–sekolah itu bekal untuk menata hidup yang lebih baik. Bukan fase yang harus dilalui sebelum bekerja. Kalau konsepnya seperti itu, betapa sempitnya dunia pendidikan (Agus Wahyudi: 2006).
Kritikan Pak Tandyo itu cukup beralasan. Pendidikan bukan salah satu fase untuk bekerja. Pendidikan adalah proses hidup. Jadi pendidikan dalam bentuk sekolah bukan untuk bekerja. Maka dari itu, konsep pemerintah membangun SMK secara besar-besaran itu pada dasarnya menunjukkan pemerintah saat ini sudah keblinger. Salah jalur. Tidak tahu filosofi pendidikan.
Lebih dari itu, penyiapan tenaga kerja siap pakai ala SMK juga tidak sesuai dengan iklim Indonesia. Indonesia bukan negara industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja siap pakai seperti Jepang. Indonesia masih menjadi negara agraris. Kalau toh kita akan menjadi negara industri, Indonesia sudah tidak lagi mempunyai sumber daya alam sebagai modal. Sumber daya alam Indonesia sudah dikeruk dan dikuras habis oleh korporasi internasional. Masyarakat Indonesia sekarang tinggal menunggu kehancuran bumi Indonesia. Hal itu karena daya isap korporasi tidak akan menyisakan sedikit pun sumber daya alam untuk masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia akan menjadi asing dan miskin di negerinya sendiri.
Tenaga kerja instan
Pembangunan sumber daya manusia melalui SMK dengan mengabaikan filosofi pendidikan hanya akan menghasilkan buruh-buruh yang keringat mereka diperas untuk memuaskan nafsu serakah korporasi internasional. Mereka hanya akan dibayar dengan upah murah. Sewaktu-waktu mereka dapat diberhentikan dengan paksa.
Apakah pemerintah sekarang sempat berpikir seperti itu? Tampaknya, pemerintah tidak memedulikan hal tersebut. Yang ada dalam otak pembuat kebijakan yang keliru itu adalah bagaimana mempersiapkan tenaga kerja instan (siap) kerja dalam waktu cepat sehingga kinerja pemerintahan dapat dinilai dengan nilai A. Pemerintah pun dapat mengklaim telah berhasil mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan karena anak-anak orang miskin sekarang sudah sekolah di SMK dan siap bekerja dengan kemampuan dan keterampilan mereka.
Pemerintah lebih bangga melihat banyak masyarakat bekerja dengan ketidakberdayaan daripada melihat masyarakatnya mandiri karena mereka memiliki ilmu dan pengalaman yang memerdekakan.
Program pendidikan siap kerja melalui SMK merupakan program prestisius miskin strategi dan makna. Ia tidak ubahnya seperti program penggemukan sapi yang marak akhir-akhir ini di beberapa daerah. Sapi yang semula kecil diberi makan sebanyak mungkin, setelah itu sapi siap jual dengan harga tinggi.
Pemerintah dengan program itu hanya ingin menyombongkan diri dengan data statistik bawah periode pemerintahan kali ini telah berhasil membuat kebijakan yang dibutuhkan masyarakat, yaitu lulus langsung kerja. Padahal sebagaimana kita ketahui, data statistik selalu saja bisa ‘diperjualbelikan’ sesuai dengan keinginan penguasa.
Oleh Benni Setiawan, Penulis Buku Agenda Pendidikan Nasional

No comments:

Post a Comment